Perbedaan Busi Panas dan Busi Dingin, Ada Pengaruhnya?
Perbedaannya terletak pada kemampuan busi dalam membuang panas, dengan cepat atau dengan lambat.
Kalau buang panas lebih cepat, itu busi dingin. Kalau lebih lama, itu busi panas.
Secara visual, busi panas dan busi dingin dapat dilihat dari panjang insulatornya.
Busi dingin itu bentuk insulatornya lebih pendek, jadi proses transfer panasnya lebih cepat terbuang.
Sedangkan busi panas itu insulatornya lebih panjang, jadi hambatan panasnya lama terbuang.
Untuk busi NGK bisa dilihat dari kode busi yang terpampang.
Untuk busi NGK, semakin besar angkanya berarti businya makin dingin. Ambil contoh NGK CR6HSA, speknya lebih panas daripada NGK CR8HSA.
Untuk pemakaiannya, busi panas biasanya dipakai di mesin yang berkapasitas kecil.
Sedangkan busi dingin dipakai di mesin ber-cc besar.
Busi panas biasanya dipakai di motor 110 cc – 125 cc.
Kalau busi dingin, di motor 150 cc ke atas, seperti Yamaha R15 atau Honda CBR250RR.
Kalau busi dengan heat rating rendah dipasang di mesin berkompresi tinggi, bisa bikin insulator pecah atau meleleh.
Contoh paling sederhana adalah memasang busi Honda Supra di Honda CBR150R.
Meski secara dimensi dan bentuk sama, namun kedua busi punya heat rating berbeda.
Heat rating busi Supra di bawah heat rating busi standar CBR150, bisa memunculkan masalah.
Yang paling dikhawatirkan adalah pecahnya insulator yang akan langsung masuk ke ruang bakar.
Insulator yang masuk ke ruang bakar akan terperangkap dan bisa merusak boring liner serta piston yang sedang bekerja.
Makanya, harus perhatikan heat rating jika kalian ingin lakukan substitusi pada busi.
Kalau naik boleh. Misal motor A standarnya pakai busi dengan heat rating 5. Dipasangkan busi heat rating 6 tidak apa-apa. Paling kendalanya motor lebih sulit dihidupkan dalam kondisi dingin.
Jadi soal pilih-pilih busi, lebih baik ikuti anjuran pabrikan saja karena sudah didesain dengan spesifikasi motor masing-masing.
